Senin, 02 Desember 2013, 19:54 WIB
Kurikulum 2013 (ilustrasi)
BANDUNG -- Pemberlakuan
kurikulum 2013, masih menyisakan berbagai pertanyaan. Yakni, kurikulum baru ini
bisa memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia atau tidak.
Menurut Pemerhati Pendidikan dari UPI, Prof
Suarma Al Muchtar, Ia khawatir kurikulum 2013, sama dengan kurikulum
sebelumnya. Yakni, membuat kurikulum tanpa memperbaiki kualitas gurunya.
"Saya khawatir, kurikulum baru diberlakukan tapi tak memperhatikan guru. Padahal, pendidikan kuncinya ada di guru," ujar Suarma di Seminar Internasional Pendidikan Guru, Kerja Sama UPI dengan Monash University, Senin (2/12).
Menurut Suarma, sebenarnya yang penting bukan kurikulumnya, tapi gurunya. Kurikulum apa pun yang diberlakukan, kalau guru yang mengajar di kelas hanya menyampaikan materi untuk mencapai Ujian Nasional, maka Indonesia akan selalu dihadapkan dengan masalah moral.
"Dari 100 guru, saya survei semuanya sekarang hanya mengejar kognitif yakni mengejar nilai UN," katanya.
Suarma mengatakan, saat ini Ia melihat, praktik pendidikan di Indonesia,lost control dari falsafah. Padahal, pendidikan yang bagus itu berdasarkan keagamaan. Berdasarkan analisis sosial budaya, yang akan membentuk moral sebuah bangsa adalah agama.
Jadi, kata Suarma, sekolah guru harus bisa membangun spirit belajar agar lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, dengan iman dan taqwa maka siswa bisa memilih yang baik dan buruk. Karakter orang yang dekat dengan tuhan, akan selalu memilih yang baik.
"Pendidikan kita, lebih digeneral untuk kepentingan kognitif atau hapalan. Oleh karena itu, definisi teaching harus diubah. Yakni, bagaimana, mengubah calon pendidik agar dekat dengan tuhan," katanya.
Suarma mengaku, memang pikiran pragmatis tak akan sampai ke arah tersebut. Oleh sebab itu, Ia dan timnya sedang membuat konsep bagaimana merumuskan pola pengajaran di sekolah yang bisa mendekatkan ke karakter keimanan dan ketakwaan.
"Itu disebut ga di kurikulum 2013? pendidikan moral harus jadi utama. Korupsi yang terjadi karena tak ada kejujuran yang terbentuk kalau tak ada karakter, berbasis agama," katanya.
"Saya khawatir, kurikulum baru diberlakukan tapi tak memperhatikan guru. Padahal, pendidikan kuncinya ada di guru," ujar Suarma di Seminar Internasional Pendidikan Guru, Kerja Sama UPI dengan Monash University, Senin (2/12).
Menurut Suarma, sebenarnya yang penting bukan kurikulumnya, tapi gurunya. Kurikulum apa pun yang diberlakukan, kalau guru yang mengajar di kelas hanya menyampaikan materi untuk mencapai Ujian Nasional, maka Indonesia akan selalu dihadapkan dengan masalah moral.
"Dari 100 guru, saya survei semuanya sekarang hanya mengejar kognitif yakni mengejar nilai UN," katanya.
Suarma mengatakan, saat ini Ia melihat, praktik pendidikan di Indonesia,lost control dari falsafah. Padahal, pendidikan yang bagus itu berdasarkan keagamaan. Berdasarkan analisis sosial budaya, yang akan membentuk moral sebuah bangsa adalah agama.
Jadi, kata Suarma, sekolah guru harus bisa membangun spirit belajar agar lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, dengan iman dan taqwa maka siswa bisa memilih yang baik dan buruk. Karakter orang yang dekat dengan tuhan, akan selalu memilih yang baik.
"Pendidikan kita, lebih digeneral untuk kepentingan kognitif atau hapalan. Oleh karena itu, definisi teaching harus diubah. Yakni, bagaimana, mengubah calon pendidik agar dekat dengan tuhan," katanya.
Suarma mengaku, memang pikiran pragmatis tak akan sampai ke arah tersebut. Oleh sebab itu, Ia dan timnya sedang membuat konsep bagaimana merumuskan pola pengajaran di sekolah yang bisa mendekatkan ke karakter keimanan dan ketakwaan.
"Itu disebut ga di kurikulum 2013? pendidikan moral harus jadi utama. Korupsi yang terjadi karena tak ada kejujuran yang terbentuk kalau tak ada karakter, berbasis agama," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar